Pakan merupakan komponen penting di
dalam industri peternakan. Produksi
peternakan dunia meningkat seiring dengan
peningkatan di dalam permintaan hasil-hasil
ternak (daging, telur, susu). Produksi dan
konsumsi daging dunia, diperkirakan akan
meningkat dari 233 juta ton pada tahun 2000
menjadi 300 juta ton pada tahun 2020,
permintaan susu 568 menjadi 700 juta ton,
demikian juga dengan telur, akan meningkat
sampai 30% (FAO, 2002). Khusus di Asia,
dengan terkonsentrasinya populasi dunia di
benua ini maka kebutuhan produk peternakan
akan sangat tinggi dan hal ini akan berkaitan
dengan kebutuhan pakan untuk meningkatkan
produk peternakan.
Indonesia masih mengimpor bahan-bahan
penyusun pakan seperti jagung, kedelai dan
tepung ikan. Untuk mengatasi masalah tersebut
perlu dilakukan langkah-langkah peningkatan
penyediaan bahan pakan. Bahan pakan ternak
non-konvensional dari limbah pertanian sudah
banyak dikenal dan dicobakan pada ternak.
Limbah padi (dedak) tersedia sepanjang tahun,
demikian pula limbah singkong (daun, ampas
tapioka/onggok). Lumpur sawit dan biji karet
merupakan produk pertanian/perkebunan yang
cukup melimpah, demikian juga kulit buah dan
biji coklat (cocoa pod husk), limbah nenas dan
sebagainya. Sebagai negara agraris Indonesia
memiliki potensi limbah pertanian dan
agroindustri yang beragam (Tabel 1).
Umumnya nilai gizi limbah pertanian sangat
rendah, terutama dari segi kandungan protein;
selain itu limbah pertanian mengandung serat
kasar tinggi, sehingga menyebabkan nilai
ketercernaannya rendah. Untuk mengatasi hal
ini dan meningkatkan nilai gizi limbah
pertanian, teknik fermentasi dengan kapang
merupakan alternatif yang menjanjikan.
Beberapa jenis kapang yang sering
dipergunakan untuk fermentasi adalah
Aspergillus niger, Rhizopus oligosphorus
(kapang tempe), Neurospora crassa (kapang
oncom merah) dan lain-lain. Di dalam proses
fermentasi, kapang merubah senyawa-senyawa
yang ada di dalam substrat untuk pertumbuhan
dan pembentukan protein, sehingga produk
fermentasi merupakan bahan pakan dengan
kandungan protein yang lebih tinggi. Selain itu
terjadi pula perombakan bahan-bahan yang
kompleks menjadi lebih sederhana sehingga
mudah dicerna dan diserap oleh ternak.
Perombakan ini terjadi karena pada proses
fermentasi, kapang memproduksi enzim.
Keuntungan ganda diperoleh dari fermentasi
limbah yaitu kandungan protein meningkat dan
enzim yang diproduksi kapang membantu
dalam kecernaan bahan.
Tabel 1. Beberapa komoditas pertanian dan
limbahnya
Komoditas Limbah
Padi Jerami, sekam, dedak, bekatul
Singkong Daun, kulit singkong, onggok
Tebu Pucuk tebu (cane top), ampas
tebu (bagasse), molasse
Kopi Kulit biji kopi, ampas kopi
Kapas Bungkil biji kapas
Kedelai Bungkil kedelai, ampas tahu,
ampas tempe
Jagung Kulit buah (corn stover),
tongkol jagung (corn cobs)
Coklat Kulit coklat (cocoa pod)
Kulit biji coklat (cocoa husk)
Sawit Tandan kosong (tankos),
serabut (Fiber), tempurung,
bungkil inti sawit, lumpur
sawit, Heavy phase
SINGKONG/KETELA POHON
Parutan singkong mentah dapat dijadikan
bahan pakan pokok ayam buras yang dipelihara
secara intensif. Singkong dapat diberikan
dalam bentuk mentah (segar) ataupun setelah
melalui pengolahan misalnya gaplek atau aci.
Penggunaan tepung gaplek dalam ransum tidak
lebih dari 40%. Dalam bentuk mentah,
singkong sebaiknya digunakan dalam tempo 24
jam setelah masa panennya. Lebih dari tempo
itu maka nilai gizinya akan menurun (rusak).
Selain umbinya, daun singkong juga sudah
dimanfaatkan sebagai bahan pakan, baik dalam
bentuk tepung ataupun dalam bentuk segar
(sebagai hijauan). Tepung daun singkong ini
dapat menggantikan kacang hijau dan kedelai
sampai jumlah 8%.
Pengolahan singkong untuk pembuatan
tepung tapioka menghasilkan limbah yang
dikenal sebagai onggok. Onggok yang
penanganannya baik dan proses
pengeringannya cukup akan tetap berwarna
putih dan dapat dipakai dalam berbagai industri
pangan. Onggok merupakan limbah pertanian
dengan kandungan protein sangat rendah
bahkan hampir tidak ada (0-1%, BK). Untuk
meningkatkan kandungan protein onggok dapat
dilakukan proses fermentasi. Pada unggas,
produk fermentasi pada umumnya tidak dapat
dicerna, namun kelinci yang membutuhkan
kadar serat kasar tinggi di dalam ransumnya,
mungkin lebih dapat meningkatkan efisiensi
pemanfaatan onggok tersebut. Fermentasi
onggok dengan A. niger, secara aerobik telah
dilakukan di Balitnak Ciawi-Bogor.
Hasil pengamatan pada kinerja kelinci
memperlihatkan bahwa pemberian onggok
tanpa fermentasi (OTF) sampai dengan 10%
pada ransum yang mengandung 16% protein,
cenderung menurunkan bobot badan. Tetapi
onggok fermentasi (OF) dalam ransum kelinci
dapat meningkatkan bobot badan. Bobot badan
kelinci pada penggunaan OF 10 dan 20%
meningkat masing-masing 33 dan 29%
dibandingkan pada kontrol. Pemberian OF
pada level 30 dan 40% menurunkun bobot
badan. Pemberian OF sampai 20% masih bisa
diterima oleh kelinci.
Belakangan, PRAWIRODIGDO et al. (2000)
mendemonstrasikan pemanfaatan tepung ubi
ketela pohon sebagai komponen pakan ayam
lokal periode bertelur untuk menggantikan
jagung kuning giling yang pada saat itu sulit
diperoleh. Kegiatan ini membandingkan tiga
macam formula pakan isolysine dan isoenergi
yang mengandung tepung ubi ketela pohon
(Tabel 7) tanpa biji jagung giling. Pengamatan
dilakukan selama 8 bulan produksi pada ayam
lokal terseleksi.